Semakin Religius, Semakin Percaya Ilmuwan: Penelitian Terbaru Temukan Masyarakat Indonesia Masih Percaya Ilmuwan, Ungguli Jepang dan Inggris – Merdeka.com

Temuan terbaru menunjukkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap ilmuwan sangat tinggi, bahkan melampaui negara-negara seperti Jepang dan Inggris.
Walau kerap dituduh sebagai masyarakat yang percaya hal-hal supranatural dan klenik, survei terbaru menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia ternyata juga memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap ilmuwan. Dalam studi global yang dipublikasikan oleh Nature Human Behaviour, Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 15 negara yang dibandingkan dalam hal kepercayaan publik terhadap ilmuwan, dengan skor indeks 3,68 dari skala maksimum 5. 
Skor ini menempatkan Indonesia di atas sejumlah negara maju, termasuk Amerika Serikat (3,51), Inggris (3,50), Jerman (3,49), Prancis (3,42), Korea Selatan (3,42), dan Jepang (3,41). Fakta ini cukup mencolok mengingat negara-negara tersebut memiliki tradisi ilmiah yang panjang dan sumber daya riset yang besar, namun justru menunjukkan tingkat kepercayaan publik yang lebih rendah dibanding Indonesia.
Masyarakat Indonesia, menurut survei berskala besar yang dilakukan di 68 negara dengan lebih dari 71.000 responden, menunjukkan tingkat kepercayaan yang relatif tinggi terhadap ilmuwan—baik dalam hal kompetensi, niat baik, hingga integritas pribadi mereka.
Studi ini menggunakan indeks kepercayaan yang mengukur empat aspek: kompetensi, integritas, niat baik (benevolence), dan keterbukaan ilmuwan terhadap umpan balik. Di antara dimensi tersebut, kompetensi ilmuwan mendapat skor tertinggi secara global dan di Indonesia—sekitar 78% warga percaya bahwa ilmuwan memiliki kualifikasi untuk melakukan riset berdampak tinggi.
Yang menarik, sekitar 56% responden Indonesia percaya bahwa ilmuwan peduli terhadap kesejahteraan masyarakat, dan lebih dari separuh meyakini bahwa ilmuwan bersikap jujur. Ini menunjukkan bahwa persepsi publik Indonesia terhadap ilmuwan bukan sekadar teknokrat yang ahli, tetapi juga tokoh yang bermoral dan punya niat baik terhadap masyarakat.
Namun demikian, satu dimensi kepercayaan yang tertinggal adalah persepsi keterbukaan ilmuwan. Hanya sekitar 42% warga percaya bahwa ilmuwan benar-benar terbuka terhadap pandangan masyarakat umum. Ini menunjukkan adanya jarak komunikasi antara dunia ilmiah dan publik yang bisa merusak kepercayaan bila tidak ditangani.
“Ilmuwan mungkin dipersepsikan sebagai pihak yang ‘tertutup’ atau terlalu teknis, padahal masyarakat sebenarnya ingin diajak berdialog,” tulis salah satu peneliti proyek, Viktoria Cologna dari University of Zurich.
Dari sisi peran ilmuwan dalam pemerintahan, mayoritas masyarakat Indonesia mendukung gagasan bahwa ilmuwan harus lebih aktif terlibat dalam pembuatan kebijakan. Sekitar 80% menyatakan bahwa ilmuwan seharusnya berkomunikasi lebih banyak dengan publik dan pembuat kebijakan, serta 70% setuju bahwa ilmuwan perlu mengadvokasi kebijakan berbasis bukti.
Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya melihat ilmuwan sebagai sosok di laboratorium, tetapi juga sebagai aktor penting dalam tata kelola publik, terutama dalam isu-isu seperti kesehatan, perubahan iklim, dan energi.
Ketika ditanya isu apa yang seharusnya menjadi prioritas ilmuwan, responden secara tegas memilih kesehatan masyarakat, disusul oleh pemecahan krisis energi, dan pengurangan kemiskinan. Ini mencerminkan kesadaran publik terhadap tantangan nyata yang dihadapi negara berkembang seperti Indonesia.
Namun, ada kesenjangan signifikan antara harapan dan persepsi. Banyak responden merasa bahwa ilmuwan justru terlalu banyak terlibat dalam riset teknologi pertahanan dan militer, yang bukan prioritas utama publik. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan kepercayaan jika tidak direspons secara bijak oleh komunitas ilmiah.
Walau tingkat kepercayaan cukup tinggi secara keseluruhan, terdapat variasi yang dipengaruhi faktor sosial-politik. Orang yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan berpendapatan lebih besar cenderung lebih percaya pada ilmuwan. Menariknya, tingkat religiositas justru berkorelasi positif dengan kepercayaan terhadap ilmuwan, berbeda dengan tren di beberapa negara Barat.
Politik juga memainkan peran penting. Mereka yang memiliki pandangan konservatif atau orientasi kanan lebih mungkin memiliki tingkat kepercayaan yang sedikit lebih rendah terhadap ilmuwan, walau secara umum perbedaan ini tidak ekstrem di Indonesia. Ini berbeda dari Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, di mana garis politik sangat mempengaruhi persepsi terhadap sains.
Meski mayoritas masyarakat Indonesia percaya pada ilmuwan, studi ini memperingatkan bahwa minoritas kecil yang tidak percaya pada ilmuwan dapat memiliki dampak besar, terutama jika mereka vokal di media sosial atau menduduki posisi pengaruh. Dalam konteks kebijakan publik, persepsi minoritas ini bisa menghambat adopsi bukti ilmiah, sebagaimana yang pernah terjadi dalam polemik vaksin dan perubahan iklim.
Peneliti merekomendasikan agar ilmuwan lebih transparan tentang sumber dana, metode, dan hasil riset mereka. Mereka juga disarankan untuk menghindari komunikasi satu arah, dan lebih melibatkan masyarakat dalam diskusi ilmiah secara partisipatif. Model komunikasi ilmiah yang dialogis dan berbasis empati dipercaya akan meningkatkan dimensi “keterbukaan” yang masih lemah saat ini.
Berbagai survei internasional dan nasional telah mengungkap fenomena ini. Survei Ipsos Global Trustworthiness Index 2024 menempatkan ilmuwan sebagai salah satu dari tiga profesi paling dipercaya di Indonesia, dengan persentase mencapai 70%, jauh di atas rata-rata global. Posisi ini hanya sedikit di bawah guru (74%) dan dokter (73%). 
Namun, perlu diingat bahwa kepercayaan ini tidak seragam di seluruh lapisan masyarakat dan isu-isu tertentu. Sebuah survei oleh FPCI dan Purpose (November 2024) menemukan bahwa masyarakat Muslim Indonesia lebih mempercayai pemuka agama daripada ilmuwan terkait isu iklim. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap ilmuwan mungkin tidak selalu dominan dalam semua isu, terutama yang menyangkut kepercayaan agama. Ini menunjukkan kompleksitas kepercayaan publik yang tidak bisa dilihat secara sederhana.
Lebih lanjut, sebuah laporan tahun 2021 menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap ilmuwan di Indonesia setara dengan kepercayaan terhadap dukun. Ini menunjukkan adanya segmen masyarakat yang masih memiliki kepercayaan tradisional yang kuat, yang mungkin tidak sepenuhnya bergantung pada sains. Keberadaan kepercayaan tradisional ini perlu dipahami sebagai bagian dari keragaman budaya Indonesia dan tidak serta-merta dianggap sebagai hal yang negatif.
Berlawanan dengan narasi global tentang krisis kepercayaan terhadap ilmuwan, masyarakat Indonesia justru menunjukkan kepercayaan yang relatif tinggi, serta keinginan kuat agar ilmuwan lebih berperan aktif dalam pemecahan masalah sosial. Namun demikian, keterbukaan, transparansi, dan kesesuaian prioritas riset tetap menjadi pekerjaan rumah penting bagi komunitas ilmiah di Tanah Air.
Temuan ini mencerminkan kuatnya legitimasi ilmuwan di mata masyarakat Indonesia, yang tidak hanya menghargai kompetensi mereka tetapi juga mempercayai niat baik dan kontribusi sosial mereka. Hal ini menjadi modal penting bagi ilmuwan Indonesia untuk lebih aktif terlibat dalam pengambilan kebijakan publik dan komunikasi sains. Dalam konteks global di mana kepercayaan terhadap institusi ilmiah kerap goyah, posisi Indonesia yang relatif tinggi justru menjadi bukti bahwa pendekatan yang inklusif, kontekstual, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dapat memperkuat relasi antara sains dan publik.

Jokowi mengatakan 96 Masyarakat Indonesia Percaya Tuhan
Jauh sebelum tren tagar Kabur Aja Dulu menjadi viral, Jobstreet pernah merilis tingginya minat masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri.
Tingkat kedermawanan global meningkat sejak pandemi Covid-19.
Faktanya, selama dua dekade terakhir, kebahagiaan yang dilaporkan sendiri di Amerika telah menurun, terutama di kalangan generasi muda.
Survei LSI mengukur tingkat kepercayaan terhadap lembaga termasuk presiden.
Copyright © 2025 merdeka.com KLY KapanLagi Youniverse All Right Reserved.

source

Leave a Reply

This will close in 0 seconds