hacked By UCEN HAXOR KARAWANG CYBER TEAM
CEO Indodax Oscar Darmawan. Foto: Metrotvnews.com/Husen.
Husen Miftahudin • 3 May 2025 22:28
SHARE NOW
Jakarta: Industri kripto dalam negeri tengah ‘ngadat’ dan sulit bersaing dengan platform serupa milik global. Biaya jual beli aset kripto di Indonesia yang dinilai masih kurang kompetitif dibandingkan negara lain jadi salah satu musababnya.
CEO Indodax Oscar Darmawan menyebutkan tingginya tarif pajak membuat transaksi kripto di dalam negeri dua kali lipat lebih mahal dibandingkan platform luar negeri. Walhasil, menghambat daya saing industri.
Saat ini, investor kripto di Indonesia dikenakan pajak final sebesar 0,2 persen Pajak Penghasilan (PPh) dan 0,11 persen Pajak Pertambangan Nilai (PPN) untuk setiap transaksi. Bandingkan dengan platform luar negeri yang tidak memberlakukan pajak serupa, hal ini dikhawatirkan mendorong investor berpindah ke platform global.
“Bukan berarti investor enggan patuh pajak, tapi besaran tarif saat ini mengurangi daya saing platform dalam negeri. Jika kita ingin industri ini berkembang, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan penyamaan tarif PPh menjadi 0,1 persen seperti halnya perdagangan saham,” jelas Oscar dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 3 Mei 2025.
Oscar mencontohkan saat Indodax memangkas biaya transaksi menjadi 0,1 persen pada 2021, volume perdagangan harian meningkat secara signifikan. Menurutnya, ini menjadi bukti kebijakan fiskal memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan pasar kripto domestik.
Di sisi lain, Oscar juga mengapresiasi langkah transisi pengawasan industri kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia menilai langkah ini sebagai bentuk penguatan kelembagaan yang dapat memperkuat regulasi dan kepercayaan publik terhadap industri.
“Transisi ke OJK memberikan harapan baru. Pengawasan kini lebih terarah dan progresif. Namun, kita berharap agar kebijakan-kebijakan tersebut juga tidak menghambat inovasi yang sedang berkembang,” harap dia.
Baca juga: Arus Modal Tembus Rp669 Triliun, Harga Bitcoin Bakal Cetak Rekor Lagi di Kuartal II |
(Ilustrasi pergerakan harga aset kripto. Foto: dok KBI)
Reformasi regulasi industri kripto RI ‘terbalap’ Jepang hingga Thailand
Oscar turut menyoroti hambatan regulasi lain, salah satunya larangan dari Bank Indonesia (BI) terhadap institusi keuangan untuk memproses transaksi kripto. Padahal, di luar negeri, bank telah mengintegrasikan layanan berbasis kripto dalam sistem pembayaran mereka.
“Di luar negeri, bank sudah bisa memasarkan produk-produk berbasis kripto, bahkan terintegrasi dengan sistem pembayaran. Indonesia perlu mengevaluasi regulasi agar tak tertinggal dari negara-negara tetangga,” tambah Oscar.
Ia juga menekankan pentingnya literasi masyarakat dan selektivitas dalam memilih aset digital. “Indodax menghadirkan program edukasi gratis dengan tujuan utama bukan mengajak orang membeli kripto, melainkan membekali masyarakat dengan pengetahuan yang benar dan bertanggung jawab,” imbuhnya.
Meski demikian, Oscar menyadari keterbatasan regulasi masih menjadi tantangan dalam mengembangkan inovasi baru di industri kripto. Hal ini mencakup keterbatasan listing aset dan keterhubungan dengan sistem keuangan nasional.
“Diperlukan adanya percepatan reformasi regulasi agar Indonesia kembali menjadi pionir dalam industri kripto. Dahulu kita termasuk yang tercepat dalam pengaturan, tapi kini justru tertinggal dari negara seperti Thailand dan Jepang,” tutup Oscar.
MOST POPULAR
terkait
lainnya
Metrotv © Copyright 2007 – 2025. All Rights Reserved