Indodax: Reformasi Regulasi Agar Ri Tak Tertinggal Di Industri Kripto – Beritaja.com


Jakarta (BERITAJA) – Pelaku pasar mata uang digital di tanah air menyatakan diperlukan reformasi izin agar Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara lain dalam industri kripto.
CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan dulu Indonesia termasuk yang tercepat dalam pengaturan , tapi sekarang justru tertinggal dari negara seperti Thailand dan Jepang.
“Diperlukan adanya percepatan reformasi izin agar Indonesia kembali menjadi pionir dalam industri kripto,” ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Salah satu perihal yang disoroti mengenai izin di sektor industri mata uang digital ialah besaran tarif pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPH) transaksi kripto.
Biaya jual beli aset mata uang digital di Indonesia, tambahnya, tetap kurang kompetitif dibandingkan negara lain, tingginya tarif pajak mengakibatkan transaksi mata uang digital di dalam negeri dua kali lipat lebih mahal dibandingkan platform luar negeri, sehingga menghalang daya saing industri.
Saat ini, penanammodal mata uang digital di Indonesia dikenakan pajak final sebesar 0,2 persen PPh dan 0,11 persen PPN untuk setiap transaksi, sementara platform di luar negeri tidak memberlakukan pajak serupa, lanjutnya, perihal ini berpotensi mendorong penanammodal beranjak ke platform global.
“Jika kita mau industri ini berkembang, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan penyamaan tarif PPh menjadi 0,1 persen seperti halnya perdagangan saham,” katanya.
Oscar mencontohkan saat Indodax menurunkan biaya transaksi menjadi 0,1 persen pada 2021, volume perdagangan harian meningkat secara signifikan, yang artinya bahwa kebijakan fiskal mempunyai pengaruh langsung terhadap pertumbuhan pasar mata uang digital domestik.
Hambatan izin lain, dikatakannya, salah satunya larangan dari Bank Indonesia terhadap lembaga finansial untuk memproses transaksi kripto, padahal di luar negeri, bank telah mengintegrasikan jasa berbasis mata uang digital dalam sistem pembayaran mereka.
“Di luar negeri, bank sudah mampu memasarkan produk-produk berbasis kripto, apalagi terintegrasi dengan sistem pembayaran. Indonesia perlu mengevaluasi izin agar tak tertinggal dari negara-negara tetangga,” ujarnya.
Oscar menilai keterbatasan izin tetap menjadi tantangan dalam mengembangkan penemuan baru di industri kripto. Hal itu mencakup keterbatasan listing aset dan keterhubungan dengan sistem finansial nasional.
Oleh lantaran itu, menurut dia, diperlukan upaya percepatan reformasi izin agar Indonesia kembali menjadi pionir dalam industri mata uang digital dan tidak tertinggal dari negara lain seperti Thailand dan Jepang.
Pada kesempatan itu Oscar juga memuji langkah transisi pengawasan industri mata uang digital dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ia menilai langkah tersebut sebagai corak penguatan kelembagaan yang dapat memperkuat izin dan kepercayaan publik terhadap industri.
“Transisi ke OJK memberikan angan baru. Pengawasan sekarang lebih terarah dan progresif. Namun, kita berambisi agar kebijakan-kebijakan tersebut juga tidak menghalang penemuan yang sedang berkembang,” ujarnya.
Baca juga: Setoran pajak sektor digital capai Rp2,59 triliun per Maret 2025
Baca juga: Arus modal ke Bitcoin Rp669 triliun, Indodax: mata uang digital kian menarik
Baca juga: Pintu dukung masyarakat tingkatkan strategi perdagangan kripto

Editor: Deborah
Copyright © BERITAJA 2025
Beritaja Menjangkau Negeri. Platform berita yang menghadirkan informasi terkini dan terpercaya dari berbagai bidang.
Tentang
Hubungi Kami
Pedoman Media Siber
Kode Etik Jurnalistik
Redaksi
Disclaimer
DMCA
Privacy & Policy
Syarat dan Ketentuan
Pasang Iklan
Kalimantan Selatan 70248
support@beritaja.com
0859 2065 7631
No Copyright Music

source

Leave a Reply

This will close in 0 seconds