Oleh Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen Bank Central Asia
INDONESIA telah memulai perkembangan yang menarik dari sisi industri otomotifnya. Hal itu ditandai dengan diluncurkannya mobil listrik (electric vehicle/EV) pertama, yang menggunakan merek Polytron pada Selasa, 6 Mei 2025 lalu, di Jakarta oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Barangkali ini adalah mobil listrik pertama yang menggunakan brand Indonesia yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.
Sebelumnya, Polytron sangat dikenal sebagai industri barang rumah tangga, khususnya elektronik, seperti audio system, kulkas, televisi, dan AC. Perusahaan yang memiliki pabrik di Kudus dan di Sayung dekat Semarang ini memiliki jaringan penjualan dan after sales service yang sangat kuat sehingga mampu menjaga kualitasnya sebagaimana yang diinginkan oleh masyarakat.
Beberapa produknya merupakan “market leader”, terutama yang berkaitan dengan audio system. Sementara, untuk produk yang lain, seperti kulkas dan televisi, Polytron menjadi kompetitor yang sangat kuat bagi para pemimpin pasar di negeri ini.
Polytron memulai industri pengembangan alat transportasi listrik dengan memasuki industri sepeda motor listrik, juga dengan menggunakan merek Polytron. Dan, dewasa ini sudah menjadi pemimpin pasar untuk produk ini. Pengembangan produk sepeda motor listrik yang dilakukan oleh Polytron dimulai sebelum Indonesia dilanda pandemi COVID-19.
Saat pandemi, Polytron juga tetap mengembangkan produk tersebut dan memasarkannya ke masyarakat. Dengan demikian, pada saat Indonesia sudah keluar dari pandemi dan mengalami lonjakan pertumbuhan ekonomi, penjualan sepeda motor listrik Polytron pun ikut mengalami peningkatan.
Dengan peluncuran mobil listrik Polytron pada 6 Mei 2025 lalu bisa dikatakan Polytron sudah naik kelas. Pengembangan konsep untuk memproduksi mobil listrik di Polytron bisa dikatakan relatif cepat. Padahal, pada saat saya meluncurkan buku Towards the Age of Electric Vehicles, 22 Juni 2021, Polytron masih dalam tahap menggodok konsep untuk mengembangkan industri mobil listrik tersebut.
Berbagai alternatif model bisnis dicoba dianalisis sampai akhirnya Polytron memperoleh potensi partner untuk mengembangkan industri ini, yaitu Skyworth Auto. Relasi antara Polytron dan Skyworth sudah terjalin lebih dari 20 tahun. Perusahaan ini adalah penyuplai spare parts dan komponen yang dipergunakan untuk produksi elektronik Polytron.
Kepercayaan yang terbangun antarkedua perusahaan tersebut sudah sangat kuat, sehingga pengembangan mobil listrik ini bisa dikatakan suatu hal yang alamiah, yang terlahir dari adanya rasa saling percaya. Hubungan yang telah berlangsung lama tersebut yang membuat Skyworth meyakini bahwa pengembangan industri mobil listrik di Indonesia dengan menggunakan merek Polytron (bukan merek Skyworth) memiliki potensi lebih besar ketimbang jika perusahaan tersebut mengembangkan industri EV di negara sendiri, yaitu Tiongkok.
Peluncuran mobil listrik Polytron ini merupakan langkah awal dari kerja sama antara Polytron dan Skyworth Auto. Mobil yang diluncurkan ini diimpor dalam bentuk completely knocked down (CKD) atau masih terurai dari produsennya di Tiongkok dan kemudian di-assembling di pabrik Handal Indonesia Motor di Pondok Ungu, Bekasi.
Mobil ini menggunakan audio system dari Polytron, sementara baterainya diproduksi di Indonesia oleh Gotion yang merupakan pabrik baterai nomor tiga di Tiongkok. Baterainya jenis Lithium Ferro Phospate dengan kapasitas sekitar 52 KWh. Berbagai hal ini yang membuat mobil listrik Polytron memperoleh TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sebesar 40 persen.
Kita tahu bahwa selama 50 tahun Polytron berdiri, perusahaan tersebut mengembangkan industri elektronik sebagai “manufacturer”. Ini berarti DNA yang dimiliki oleh Polytron adalah pengembangan industri, bukan trader dan bukan importir.
Itulah sebabnya kerja sama ini didasarkan pada pengembangan konsep yang didasari DNA dari Polytron tersebut, yaitu memulai tahapan untuk pengembangan industri otomotif di Indonesia. Sudah barang tentu tahapan yang akan ditempuh oleh Polytron akan cukup panjang. Namun, justru dengan tahapan yang panjang tersebut pada waktunya nanti akan terbangun akar yang kuat untuk pengembangan industrinya lebih lanjut.
Langkah berikutnya dari kerja sama Polytron dengan Skyworth Auto tersebut ialah meningkatkan TKDN dengan melakukan produksi lokal bagi komponen-komponen yang dibutuhkan. Sebagai referensi, perusahaan seperti Toyota saja banyak menyerap produksi komponen yang dikembangkan oleh banyak industri dalam negeri yang mampu menghasilkan komponen sesuai dengan standar yang dibutuhkan untuk mengembangkan industri mobilnya. Dewasa ini, produk mereka rata-rata sudah memiliki TKDN lebih dari 80 persen.
Sebagai alternatif, perusahaan mobil Wuling, yang pabriknya berlokasi di Kawasan Industri Delta Mas, membeli lahan yang separuhnya untuk pengembangan industri mobilnya. Sementara, sebagian lagi dikhususkan untuk pengembangan pabrik komponen yang mereka bawa dari Tiongkok, yang bagian terbesarnya merupakan Steel Centre dari Bao Steel.
Dengan melihat keberhasilan Toyota dalam pengembangan jaringan supplier-nya, di samping DNA Polytron sebagai “manufacturer”, maka kerja sama Polytron dengan Skyworth ini akan mengembangkan jaringan perusahaan supplier-nya di Indonesia, terutama dengan mengembangkannya secara “in house”. Skyworth tentunya juga bisa meniru apa yang dilakukan oleh Wuling, yaitu dengan mengundang perusahaan komponen mereka dari Tiongkok untuk membangun fasilitas produksi di Indonesia.
Jadi, ke depan, kelihatannya dimungkinkan pengembangan jaringan supplier secara hybrid, sebagian didatangkan industri komponen dari Tiongkok yang selama ini menjadi pendukung Skyworth, dan sebagian lagi dengan memanfaatkan kemampuan produsen komponen lokal. Apa pun pilihannya, ini berarti industri komponen mobil di Indonesia akan mengalami kemajuan dengan dikembangkannya industri mobil Polytron ini.
Tahap kerja sama berikutnya terkait mobil listrik Polytron ini adalah pengembangan produk secara bersama antara Polytron dan Skyworth. Ini berarti mereka harus mampu mengembangkan tim research and development (R&D) yang kuat yang dikembangkan oleh Skyworth dengan memanfaatkan kemampuan yang sudah berhasil mereka kembangkan di perusahaan induk mereka di Tiongkok. Pada saat yang sama, Polytron juga akan melengkapinya dengan pengalaman dan kearifan lokal berdasarkan pengalaman yang sudah mereka kumpulkan selama ini.
Dalam hal pengembangan industri elektroniknya, Polytron memiliki tim R&D yang sangat kuat, didukung oleh sekitar 500 insinyur dan tenaga ahli. Dengan tim yang kuat tersebut, Polytron pun mampu mengembangkan produknya dengan cepat dan dengan kualitas yang baik. Tidak kalah dibandingkan dengan industri elektronik negara lain, seperti dari Jepang, Korea, dan Tiongkok. Bahkan, produk Polytron mampu menembus pasar ekspor dan bersaing dengan produk elektronik dari negara maju lainnya.
Langkah tersebut juga dilakukan dalam hal pengembangan industri sepeda motor listrik, yaitu dengan memiliki tim pengembangan produk yang kuat, sehingga mereka mampu mengikuti dinamika industri motor listrik di Indonesia dan bahkan mampu menjadi pemimpin pasar.
Pembangunan pabrik mobil Polytron yang bekerja sama dengan Skyworth Auto tersebut pada akhirnya akan makin mengukuhkan posisi Indonesia dalam kancah persaingan industri otomotif global. Indonesia sendiri dewasa ini telah tampil sebagai negara yang memiliki kapasitas industri mobil yang besar dan terus mengalami pertumbuhan dari sisi kapasitasnya. Dalam ranking negara yang memiliki industri otomotif, Indonesia saat ini berada di urutan ke-11.
Bahkan, kini di Indonesia mulai ada penambahan pabrik mobil baru, seperti BYD, yang akan membangun industri mobil listrik di Kawasan Industri Subang dengan kapasitas 150.000 unit per tahun. Menurut perkembangan terakhir malah terdengar berita bahwa perusahaan tersebut sangat optimistis dengan prospek pengembangan industri otomotif di Indonesia sehingga mulai menambah pembelian lahan untuk investasi mereka di kawasan industri tersebut sebanyak tiga kali lipat. Mereka pun sudah berpikir akan mengembangkan fasilitas produksi tersebut sebagai Basis Produksi Mobil untuk Asia dan Pasifik di luar Tiongkok.
Pengembangan industri otomotif Polytron bisa dimulai dari skala yang relatif kecil, dengan pemanfaatan fasilitas assembling pihak ketiga terlebih dahulu. Selanjutnya bisa mengembangkan pabrik secara mandiri di tahun-tahun mendatang, tatkala skala ekonomi dirasa sudah tercapai. Hal ini kembali terkait dengan DNA dari perusahaan Polytron tersebut yang sangat kuat dalam berkompetisi untuk memperebutkan posisi sebagai pemimpin pasar.
Jika demikian yang akan terjadi, kita sungguh bersyukur. Bahwa telah lahir industri otomotif asal Indonesia, meskipun dikembangkan secara bersama dengan Skyworth Auto asal Tiongkok.
Produk mobil listrik (EV) pertama Polytron yang diluncurkan adalah EV SUV kelas premium dengan nama G3+. Mobil tersebut dibanderol Rp339 juta dengan baterai sewa sementara yang produk standarnya yaitu G3 diluncurkan dengan harga Rp299 juta dengan baterainya dibayar secara sewa/subscription sekitar Rp1,5 juta per bulan.
Dengan harga yang sangat kompetitif tersebut, EV Polytron pantas masuk dalam kelas yang sangat membanggakan. Saya yakin mobil listrik ini mampu bersaing dengan gagah di Indonesia dan akan segera meramaikan lalu lintas di jalan raya Indonesia.
Connect with us
Copyright @ 2025 Infobanknews.com
All right reserved
Perbankan
Keuangan
Moneter & Fiskal
Pasar Modal
Ekonomi & Bisnis
Politik
Nasional
Internasional
Lifestyle
Entertainment
Info Anda
CSR
English Section
Pojok UMKM
Liputan Khusus
Interview
Redaksi
Pedoman Media Siber
Karir
Iklan
Media Partner
Privacy Policy
Disclaimer
Infobanknews
Infobankstore
Infobankdata
Infobankevent
Infobanktv
© 2025 | Infobanknews.com