Demi Bantuan Natal, 67 Orang Tewas di Nigeria – Kompas.id

Tragedi ini mencerminkan rasa putus asa warga Nigeria terhadap krisis biaya hidup terburuk selama satu generasi terakhir.
Demi Bantuan Natal, 67 Orang Tewas di Nigeria
Internasional
Oleh Irene Sarwindaningrum
23 Des 2024 08:51 WIB · Internasional
ABUJA, SENIN — Desak-desakan dalam tiga acara pembagian bantuan Natal di Nigeria dalam sepekan terakhir menewaskan sedikitnya 67 orang karena terinjak-injak. Sebagian besar di antara korban itu adalah anak-anak.
Tragedi ini mencerminkan rasa putus asa warga Nigeria terhadap krisis biaya hidup terburuk selama satu generasi terakhir.
Akibat keputusasaan tersebut, keluarga-keluarga di negara kaya minyak itu berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sedikitnya 35 anak-anak tewas di Negara Bagian Oyo, Nigeria barat daya, Rabu (18/12/2024). Tiga hari kemudian, Sabtu (21/12/2024), dua kejadian menewaskan 32 orang di hari yang sama.
Dalam dua tragedi itu, 22 orang tewas di Negara Bagian Anambra, Nigeria tenggara, sementara 10 orang tewas di ibu kota Abuja. Semua korban tewas terinjak-injak saat mengikuti pembagian bantuan sosial Natal.
Di Abuja, 10 korban tewas itu tergencet saat lebih dari 1.000 orang berkumpul di sebuah gereja untuk menerima bantuan pakaian dan makanan.
Mengonfirmasi jumlah korban tewas sebanyak 22 orang di Okija, Anambra, juru bicara kepolisian Negara Bagian Anambra, Tochukwu Ikenga, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga dan sahabat korban tewas.
”Penyelidikan atas insiden malang itu masih berlangsung,” kata Ikenga, Minggu (22/12/2025).
Berdasarkan data kepolisian, dari 10 korban yang tewas dalam pembagian bantuan di Abuja di luar Gereja Katolik Holy Trinity di Distrik Maitama, empat orang di antaranya adalah anak-anak. Delapan orang lainnya terluka.
Salah satu saksi kejadian di Abuja, Loveth Inyang, menuturkan, beberapa korban meninggal di Abuja telah menunggu semalaman di luar gereja dalam cuaca dingin. Mereka berharap mendapat kesempatan untuk masuk lebih awal agar bisa memastikan menerima bantuan.
Rata-rata orang Nigeria telah melihat makanan di luar jangkauan mereka.
Keterangan dari para saksi lain dan polisi di Abuja dan Anambra menunjukkan bahwa desak-desakan terjadi sebelum acara dimulai. Orang-orang berebut tempat untuk mendapat posisi utama yang memudahkan mereka memperoleh bantuan.
Di Abuja, gereja terpaksa membatalkan acara amal itu. Kantong-kantong beras dan pakaian yang semula untuk dibagikan berserakan di lantai gereja.
Presiden Nigeria Bola Tinubu menyatakan belasungkawa. Menanggapi dua tragedi yang terjadi di satu hari, ia membatalkan seluruh agenda resmi kepresidenan di Lagos untuk menghormati para korban.
”Dalam musim kegembiraan dan perayaan, kami berduka bersama sesama warga yang berduka atas kehilangan orang yang mereka cintai. Doa kami untuk penghiburan dan penyembuhan ilahi menyertai mereka,” kata Tinubu.
Polisi telah menangkap delapan orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pasar malam sekolah di Ibadan. Polisi menunjuk adanya kesamaan antara insiden hari Sabtu dan desak-desakan di pasar malam sekolah di Ibadan, kota di wilayah barat daya Nigeria, pada Rabu.
Selain 35 anak-anak tewas, enam orang lainnya luka parah dalam kejadian itu. ”Ini adalah kejadian yang terulang di Ibadan,” kata Juru Bicara Badan Penanggulangan Bencana Nasional Nigeria (NEMA) Maazo Ezekiel
Menurut Ezekiel, desak-desakan mematikan semakin merajalela di Nigeria. Hal ini juga menunjukkan tindakan pencegahan tidak dilakukan sebelum pendistribusian barang-barang bantuan.
Direktorat jenderal NEMA telah menyerukan pengelolaan massa yang tepat selama pendistribusian bantuan sosial.
”Setiap kali Anda mendistribusikan bahan-bahan penting kepada orang-orang yang ingin ikut serta, dan tidak ada pengendalian massa yang tepat, sering kali terjadi situasi seperti ini,” ucap Ezekiel menambahkan.
Pengamat dan ahli menilai kejadian tersebut menunjukkan bahwa orang-orang di negara terpadat di Afrika itu terpaksa bertaruh nyawa demi memperoleh bantuan sosial kebutuhan pokok.
Hal ini tak lepas dari krisis ekonomi di negara itu. Warga menyalahkan kebijakan pemerintah untuk menghemat uang dan menarik investor.
Setidaknya 63 persen dari lebih dari 210 juta penduduk Nigeria masuk dalam kategori miskin.
Kebijakan tersebut dinilai telah berkontribusi mendorong tingkat inflasi ke level tertinggi dalam 28 tahun sebesar 34,6 persen. Sementara itu, mata uang naira merosot pada rekor terendah terhadap dolar AS.
Menurut kantor statistik Pemerintah Nigeria, setidaknya 63 persen dari lebih dari 210 juta penduduk Nigeria masuk dalam kategori miskin. Pemerintah mengklaim telah berjuang untuk menciptakan lapangan kerja.
Saat warga berkumpul untuk berunjuk rasa terkait kesulitan ekonomi itu, pasukan keamanan dikerahkan untuk menindak tegas.
Pada Agustus 2024, lebih dari 20 orang ditembak mati oleh pasukan keamanan selama protes nasional. ”Rata-rata orang Nigeria telah melihat makanan di luar jangkauan mereka,” kata Cheta Nwanze, mitra pengelola di firma riset SBM Intelligence yang berbasis di Lagos.
Pada tahun 2022, firma tersebut menemukan bahwa sekitar 97 persen orang Nigeria menghabiskan hingga 63 persen pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Saat ini, jumlah itu diperkirakan bertambah.
”Ada kelaparan di Nigeria ini. Setiap orang Nigeria membutuhkan makanan sampai rela terinjak-injak begini,” kata salah satu perempuan yang selamat dalam tragedi di Abuja.
Ada kelaparan di Nigeria ini. Setiap orang Nigeria membutuhkan makanan sampai rela terinjak-injak.
Rangkaian desak-desakan mematikan itu bukanlah hal baru di Nigeria. Didorong kebutuhan mendapat bantuan kebutuhan pokok, peserta sering kali kurang patuh mengikuti langkah-langkah keselamatan publik.
Para analis mengatakan, keputusasaan untuk bertahan hidup membuat pengendalian massa menjadi sulit dilakukan. Penyelenggara amal biasanya juga lalai, tak menganggap keamanan sebagai prioritas.
”Penyelenggara acara amal seperti itu sering kali tidak menganggap keamanan sebagai prioritas,” kata Ademola Adetuberu, yang mengelola firma keamanan Barricade Executive Protection yang berpusat di Abuja.
Sementara itu, jumlah acara amal terus meningkat seiring krisis makanan pokok yang terjadi. ”Jika penyelenggara acara seperti itu lebih banyak bertukar pikiran, meminta nasihat profesional, dan memiliki anggaran untuk keamanan, hal ini dapat dicegah,” kata Adetuberu.
Tinubu meminta pihak berwenang untuk tidak lagi menoleransi kelalaian operasional oleh penyelenggara acara amal semacam.
Sementara polisi telah mewajibkan penyelenggara untuk mendapatkan izin terlebih dahulu sebelum melangsungkan acara pembagian sembako.
Namun, pada kenyataannya, komitmen dan aturan itu sulit ditegakkan. Hal ini karena kebutuhan masyarakat yang sangat tinggi untuk memperoleh bantuan.
”Pendapatan masyarakat telah berkurang sepanjang tahun. Ketika mereka mendengar di suatu tempat bahwa makanan sedang didistribusikan, naluri alami mereka adalah pergi dan mendapatkannya,” tutur Nwanze.
Nwanze menambahkan, kondisi terdesak kebutuhan ditambah dengan budaya antre yang minim, terciptalah badai sempurna untuk menyebabkan tragedi desak-desakan. (AP/AFP)
ABUJA, SENIN — Desak-desakan dalam tiga acara pembagian bantuan Natal di Nigeria dalam sepekan terakhir menewaskan sedikitnya 67 orang karena terinjak-injak. Sebagian besar di antara korban itu adalah anak-anak.
Tragedi ini mencerminkan rasa putus asa warga Nigeria terhadap krisis biaya hidup terburuk selama satu generasi terakhir.
Akibat keputusasaan tersebut, keluarga-keluarga di negara kaya minyak itu berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sedikitnya 35 anak-anak tewas di Negara Bagian Oyo, Nigeria barat daya, Rabu (18/12/2024). Tiga hari kemudian, Sabtu (21/12/2024), dua kejadian menewaskan 32 orang di hari yang sama.
Dalam dua tragedi itu, 22 orang tewas di Negara Bagian Anambra, Nigeria tenggara, sementara 10 orang tewas di ibu kota Abuja. Semua korban tewas terinjak-injak saat mengikuti pembagian bantuan sosial Natal.
Di Abuja, 10 korban tewas itu tergencet saat lebih dari 1.000 orang berkumpul di sebuah gereja untuk menerima bantuan pakaian dan makanan.
Mengonfirmasi jumlah korban tewas sebanyak 22 orang di Okija, Anambra, juru bicara kepolisian Negara Bagian Anambra, Tochukwu Ikenga, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga dan sahabat korban tewas.
”Penyelidikan atas insiden malang itu masih berlangsung,” kata Ikenga, Minggu (22/12/2025).
Berdasarkan data kepolisian, dari 10 korban yang tewas dalam pembagian bantuan di Abuja di luar Gereja Katolik Holy Trinity di Distrik Maitama, empat orang di antaranya adalah anak-anak. Delapan orang lainnya terluka.
Salah satu saksi kejadian di Abuja, Loveth Inyang, menuturkan, beberapa korban meninggal di Abuja telah menunggu semalaman di luar gereja dalam cuaca dingin. Mereka berharap mendapat kesempatan untuk masuk lebih awal agar bisa memastikan menerima bantuan.
Rata-rata orang Nigeria telah melihat makanan di luar jangkauan mereka.
Keterangan dari para saksi lain dan polisi di Abuja dan Anambra menunjukkan bahwa desak-desakan terjadi sebelum acara dimulai. Orang-orang berebut tempat untuk mendapat posisi utama yang memudahkan mereka memperoleh bantuan.
Di Abuja, gereja terpaksa membatalkan acara amal itu. Kantong-kantong beras dan pakaian yang semula untuk dibagikan berserakan di lantai gereja.
Presiden Nigeria Bola Tinubu menyatakan belasungkawa. Menanggapi dua tragedi yang terjadi di satu hari, ia membatalkan seluruh agenda resmi kepresidenan di Lagos untuk menghormati para korban.
”Dalam musim kegembiraan dan perayaan, kami berduka bersama sesama warga yang berduka atas kehilangan orang yang mereka cintai. Doa kami untuk penghiburan dan penyembuhan ilahi menyertai mereka,” kata Tinubu.
Polisi telah menangkap delapan orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pasar malam sekolah di Ibadan. Polisi menunjuk adanya kesamaan antara insiden hari Sabtu dan desak-desakan di pasar malam sekolah di Ibadan, kota di wilayah barat daya Nigeria, pada Rabu.
Selain 35 anak-anak tewas, enam orang lainnya luka parah dalam kejadian itu. ”Ini adalah kejadian yang terulang di Ibadan,” kata Juru Bicara Badan Penanggulangan Bencana Nasional Nigeria (NEMA) Maazo Ezekiel
Menurut Ezekiel, desak-desakan mematikan semakin merajalela di Nigeria. Hal ini juga menunjukkan tindakan pencegahan tidak dilakukan sebelum pendistribusian barang-barang bantuan.
Direktorat jenderal NEMA telah menyerukan pengelolaan massa yang tepat selama pendistribusian bantuan sosial.
”Setiap kali Anda mendistribusikan bahan-bahan penting kepada orang-orang yang ingin ikut serta, dan tidak ada pengendalian massa yang tepat, sering kali terjadi situasi seperti ini,” ucap Ezekiel menambahkan.
Pengamat dan ahli menilai kejadian tersebut menunjukkan bahwa orang-orang di negara terpadat di Afrika itu terpaksa bertaruh nyawa demi memperoleh bantuan sosial kebutuhan pokok.
Hal ini tak lepas dari krisis ekonomi di negara itu. Warga menyalahkan kebijakan pemerintah untuk menghemat uang dan menarik investor.
Setidaknya 63 persen dari lebih dari 210 juta penduduk Nigeria masuk dalam kategori miskin.
Kebijakan tersebut dinilai telah berkontribusi mendorong tingkat inflasi ke level tertinggi dalam 28 tahun sebesar 34,6 persen. Sementara itu, mata uang naira merosot pada rekor terendah terhadap dolar AS.
Menurut kantor statistik Pemerintah Nigeria, setidaknya 63 persen dari lebih dari 210 juta penduduk Nigeria masuk dalam kategori miskin. Pemerintah mengklaim telah berjuang untuk menciptakan lapangan kerja.
Saat warga berkumpul untuk berunjuk rasa terkait kesulitan ekonomi itu, pasukan keamanan dikerahkan untuk menindak tegas.
Pada Agustus 2024, lebih dari 20 orang ditembak mati oleh pasukan keamanan selama protes nasional. ”Rata-rata orang Nigeria telah melihat makanan di luar jangkauan mereka,” kata Cheta Nwanze, mitra pengelola di firma riset SBM Intelligence yang berbasis di Lagos.
Pada tahun 2022, firma tersebut menemukan bahwa sekitar 97 persen orang Nigeria menghabiskan hingga 63 persen pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan makanan saja. Saat ini, jumlah itu diperkirakan bertambah.
”Ada kelaparan di Nigeria ini. Setiap orang Nigeria membutuhkan makanan sampai rela terinjak-injak begini,” kata salah satu perempuan yang selamat dalam tragedi di Abuja.
Ada kelaparan di Nigeria ini. Setiap orang Nigeria membutuhkan makanan sampai rela terinjak-injak.
Rangkaian desak-desakan mematikan itu bukanlah hal baru di Nigeria. Didorong kebutuhan mendapat bantuan kebutuhan pokok, peserta sering kali kurang patuh mengikuti langkah-langkah keselamatan publik.
Para analis mengatakan, keputusasaan untuk bertahan hidup membuat pengendalian massa menjadi sulit dilakukan. Penyelenggara amal biasanya juga lalai, tak menganggap keamanan sebagai prioritas.
”Penyelenggara acara amal seperti itu sering kali tidak menganggap keamanan sebagai prioritas,” kata Ademola Adetuberu, yang mengelola firma keamanan Barricade Executive Protection yang berpusat di Abuja.
Sementara itu, jumlah acara amal terus meningkat seiring krisis makanan pokok yang terjadi. ”Jika penyelenggara acara seperti itu lebih banyak bertukar pikiran, meminta nasihat profesional, dan memiliki anggaran untuk keamanan, hal ini dapat dicegah,” kata Adetuberu.
Tinubu meminta pihak berwenang untuk tidak lagi menoleransi kelalaian operasional oleh penyelenggara acara amal semacam.
Sementara polisi telah mewajibkan penyelenggara untuk mendapatkan izin terlebih dahulu sebelum melangsungkan acara pembagian sembako.
Namun, pada kenyataannya, komitmen dan aturan itu sulit ditegakkan. Hal ini karena kebutuhan masyarakat yang sangat tinggi untuk memperoleh bantuan.
”Pendapatan masyarakat telah berkurang sepanjang tahun. Ketika mereka mendengar di suatu tempat bahwa makanan sedang didistribusikan, naluri alami mereka adalah pergi dan mendapatkannya,” tutur Nwanze.
Nwanze menambahkan, kondisi terdesak kebutuhan ditambah dengan budaya antre yang minim, terciptalah badai sempurna untuk menyebabkan tragedi desak-desakan. (AP/AFP)

source

Leave a Reply

This will close in 0 seconds