Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.
Selanjutnya
Tutup
Beberapa waktu lalu, saya berbincang dengan seorang freelancer senior di sebuah platform komunitas. Awalnya saya kira dia sedang menikmati kebebasan kerja lepas, tapi setelah ngobrol lebih dalam, ternyata dia baru saja terkena lay-off dari perusahaan tempat dia bekerja penuh waktu. Yang bikin saya kaget, dia lulusan magister! Punya pengalaman kerja lebih dari 10 tahun, tapi tetap saja tidak “aman” dari ancaman PHK.
Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang sebentar lagi lulus S1, percakapan itu bikin saya mikir panjang. Kalau orang dengan segudang pengalaman dan pendidikan tinggi aja bisa jadi pengangguran, gimana nasib saya nanti?
Fenomena ini nggak cuma cerita satu dua orang. Menurut data BPS, jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tapi, sebenarnya kenapa sih pengangguran di Indonesia masih jadi masalah besar? Mari kita ulik dari dua sisi: calon pekerja dan dunia kerja itu sendiri.
Calon Pekerja: Kurang Kompeten atau Salah Pilih Jurusan?
Ada anggapan bahwa banyak lulusan di Indonesia belum siap kerja. Skill yang dipelajari di bangku kuliah katanya nggak nyambung dengan kebutuhan industri. Misalnya, lulusan teknik malah kerja di bidang pemasaran, atau sarjana ekonomi kesulitan pakai Excel.
Akibatnya, saat rekrutmen, banyak pelamar kerja yang tereliminasi karena kurangnya skill praktis, terutama dalam teknologi dan komunikasi profesional.
Bukan cuma soal hard skill, soft skill seperti problem solving, teamwork, atau bahkan etika kerja juga sering jadi PR besar. Banyak HRD mengeluh soal attitude fresh graduate yang “kurang matang” di dunia profesional.
Data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi justru berasal dari lulusan SMK, yaitu sebesar 8,62%, diikuti oleh lulusan SMA sebesar 6,73%, dan lulusan perguruan tinggi (D4/S1/S2/S3) sebesar 5,63%.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki pendidikan formal, banyak lulusan yang belum siap menghadapi dunia kerja.