Kuliah Kerja Lapangan Hingga Indonesia Bagian Timur – Kompasiana.com – Kompasiana.com

Seorang pembelajar, suka membaca, menulis dan berkelana mengelilingi dunia
Selanjutnya
Tutup

Wajah Indonesia bukan dilihat dari gemerlapnya kota Jakarta, bukan pula warna jingga dari sunset di pulau Bali atau dari ruangan ber-AC yang nyaman. Wajah Indonesia bisa dilihat ketika mengikuti program pengabdian masyarakat yang bernama Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Waktu itu tidak pernah terbayang ada daerah sepencil dan sepanjang perjalanan kanan kirinya hanya ilalang dan kubangan air.
Bersama 12 orang termasuk saya dalam rombongan pengabdian ini, terdiri dari 10 orang perempuan dan sisanya saya dan teman berdua laki-laki. dimulailah semua drama ini selama 40 hari, bahasa lokal yang terbatas, teman baru, mengenal kebiasaan masyarakat, penyesuaian dengan kebiasaan lokal, berantem antara anggota kelompok dan banyak hal absurd lainnya. 

Kuliah Kerja Lapangan punya andil besar terhadap perjalanan saya selanjutnya di dunia pengabdian. Banyak hal tidak pernah ditemukan di kota ketika sampai di desa pengabdian. anak-anak yang bermain dengan apa adanya, proses pendidikan yang memiliki kesenjangan yang sangat nyata dengan di kota, tingkat pendidikan para orangtua, hingga pasar yang menjadi pusat perekonomian yang hanya ditemukan sekali dalam seminggu.

ilustrasi jalan desa pengabdian, sumber: Google
ilustrasi jalan desa pengabdian, sumber: Google


Moment yang sangat berkesan hingga saat ini yang membuat saya menjadi memiliki marga di desa pengabdian, padahal saya adalah suku jawa. Kisah ini berawal saat saya bersama teman ke warung kopi untuk menjalin kedekatan bersama warga, kebetulan saya bisa berbahasa Batak di usia 16 tahun. Bukan tanpa sebab saya bisa berbahasa Batak, kemampuan ini dimulai saat saya masuk di Sekolah Menengah Atas pada tahun pertama. penerimaan di lingkungan pertemanan yang menggunakan bahasa yang sama. 6 bulan belajar bahasa Batak akhirnya bisa sampai sekarang.
Modal kemampuan bahasa Batak inilah saya melakukan pendekatan bersama salah satu tokoh masyakarat yang kebetulan berada di warung kopi tersebut. Dari perkenalan biasa, diskusi hingga menanyakan latar belakang masing-masing, akhirnya terbitlah pertanyaan pamungkas dari tokoh masyarakat tersebut, “Apa marga kita nak”, tanyanya. 
Cerita tentang marga ini akan kita bahas pada part berikutnya. Hal yang membawa saya ingin melihat Indonesia secara langsung hingga Indonesia bagian Timur adalah kecintaan saya pada dunia Pengabdian. Bertemu dengan orang baru, pertukaran budaya, adat-istiadat hingga perekonomian masyarakat setempat. 

Local Wisdom (Menembak/Mamistol Ikan) Sumber: Muhammad Sahron
Local Wisdom (Menembak/Mamistol Ikan) Sumber: Muhammad Sahron

Sekolah Mata Air di lokasi pengabdian menjadi cikal bakal saya mengenal dunia pengabdian secara langsung, dari memberikan kemampuan semaksimal mungkin kepada masyarakat tanpa pamrih, mencari sumber dana agar kegiatan pengabdian terus berjalan, dicurigai karena dianggap mencari keuntungan pribadi, dikucilkan masyarakat, hingga dinamika bersama teman seperjuangan.
Namun hal inilah yang membentuk. Terbentur, terbentur, terbentur, hingga terbentuk nyata adanya. Cerita KKL (Kuliah Kerja Lapangan) yang meloloskan saya pada interview-interview pengabdian selanjutnya hingga membawa saya ke Indonesia bagian timur, Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur Indonesia. 

source

Leave a Reply

This will close in 0 seconds